Photobucket

Sabtu, 11 Juni 2011

JANGAN TAKUT Menyuarakan Syariat Islam


          Setelah sekian lama harapan melayang tanpa kepastian, akhir-akhir ini rakyat Indonesia seolah-olah mendapat 'angin segar' bagi penyelesaian persoalan yang ada. Partai-Partai yang berbasis massa Islam dan yang berasaskan Islam telah banyak menempatkan kader-kadernya duduk dalam lembaga legislatif, baik di daerah maupun di pusat. Sebut saja PBB, PPP, dan PKS. Bukan hanya itu saja, calon presiden [SBY-JK] yang didukung oleh partai-partai Islam [PBB dan PKS] juga mendulang kemenangan. Artinya, secara politis sebenarnya partai-partai Islam sedang berada 'di atas angin'. Dengan demikian, seharusnya seruan formalisasi syariat Islam—yang sejatinya disuarakan partai-partai Islam—lebih dipertajam lagi; bukan hanya dalam lingkup lembaga legislatif, tetapi menyebar meluas ke lembaga-lembaga atau perangkat-perangkat eksekutif.
Namun sayang, saat perhelatan akbar pertama bersidangnya wakil-wakil rakyat di MPR, ternyata kader-kader partai yang katanya 'berasaskan dan berbasis massa Islam' tidak dengan lantang menyuarakan syariat Islam. Yang terjadi sebaliknya. Tatkala ditanya ketegasannya oleh dua orang wakil rakyat dari F-PG (Nusron Wahid) dan dari F-PDIP (Arya Bima) tentang kemungkinan Perubahan Pasal 29 UUD 1945 itu, dengan nada defensif apologetic, pimpinan terpilih MPR, misalnya, menjawab bahwa kekhawatiran akan adanya perubahan Pasal 29 adalah berlebihan; mengingat pasal tersebut telah dibahas, dan Mahkamah Konstitusi juga telah membahasnya. Menurutnya, kita akan terus menaati undang-undang untuk melaksanakan tujuan beragama yang menghasilkan persatuan dan kesatuan nasional. Pasal 29 UUD 1945 harus diamalkan dalam kehidupan beragama. Agama yang baik, katanya, adalah yang menghadirkan perilaku bermartabat, membawa masyarakat berdaulat, dan itu merupakan ajaran seluruh agama.
Statemen tersebut sungguh disayangkan muncul dari kader dan atau partai Islam. Seharusnya yang muncul adalah suara lantang dan tegas tanpa ada 'ketakutan' sedikitpun mengatakan bahwa saat ini sudah selayaknya syariat Islam diterapkan untuk menyelesaikan problematika yang ada. Sebab, secara syar‘i dan logis memang syariat Islam adalah satu-satunya solusi bagi masalah yang ada saat ini.
Jika orang-orang dan partai-partai sekuler saja berani menyerukan hukum-hukum sekuler, mengapa kita tidak berani menyuarakan syariat Islam? Jika mereka lantang menentang formalisasi syariat Islam, mengapa kita tidak lantang menentang hukum-hukum sekuler yang notabene kufur? Bukankah para penentang Islam sendiri secara tegas menolak UU Sisdiknas yang mewajibkan bagi setiap sekolah untuk menyediakan guru agama sesuai dengan agama anak didiknya? Bukankah mereka juga secara lantang menentang undang-udang pornografi dan pornoaksi? Lalu, kapan kita lantang menyuarakan syariat Islam, jika tidak sekarang? [MA]  

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Grocery Coupons