Photobucket

Minggu, 08 Mei 2011

Mu'tazilah

 
Kata Mu'tazilah berasal dari kata 'azala-ya'taziluhu 'azlan wa'azalahu fa'tazala wa-in'azala wa-ta'azzala yang artinya menyingkir atau memisahkan diri.(Lisanul Arab 11/440).
Secara istilah Mu'tazilah berarti sebuah sekte sempalan yang mempunyai keyakinan lima pokok keyakinan (al ushul al-khamsah), meyakini dirinya merupakan kelompok moderat  di antara dua kelompok ekstrim yaitu Murjiah yang menganggap pelaku dosa besar tetap sempurna imannya dan Khowarij yang menganggap pelaku dosa besar telah kafir.
Perkembangan dan kelahiran Mu'tazilah
Sekte Mu'tazilah lahir pada masa pemerintahan Umawiyah, namun berkembang menjadi sebuah gerakan pemikiran yang menyibukkan dunia Islam dalam rentang waktu yang panjang pada masa pemerintahan Abbasiyah. Asal dari sekte ini adalah Washil bin Atho'(80 H-131 H ) yang hidup pada masa pemerintahan Hisyam bin Abdul Malik al Umawy. Suatu hari seorang laki-laki masuk ke dalam pengajian imam Hasan Al Basri dan bertanya," Wahai imam, di zaman kita ini  telah timbul kelompok yang mengkafirkan para pelaku dosa besar yaitu kalangan Wa'idiyah Khawarij dan juga timbul kelompok lain yang mengatakan maksiat tidak membahayakan iman sebagaimana ketaatan tidak bermanfaat sama sekali bila bersama kekafiran yaitu kelompok Murji'ah. Bagaimana sikap kita ?" Imam Hasan Al Bashri terdiam, saat itulah Washil menyela," Saya tidak mengatakan pelaku dosa besar itu mukmin secara mutlak dan tidak pula kafir secara mutlak, namun dia berada di satu posisi di antara dua posisi, tidak mukmin dan tidak pula kafir." Jawaban ini tidak sesuai dengan ayat-ayat Al Qur'an dan As sunah yang menyatakan bahwa pelaku dosa besar tetap mukmin namun imannya berkurang. Tentu saja Imam Hasan Al Bashri membantah jaawaban Washil yang tak berlandaskan dalil tadi. Washil kemudian pergi ke salah satu sudut mesjid, maka imam Hasan Al Bahsri berkata," Ia telah memisahkan diri dari kita  (I'tazalanaa)." Sejak saat itu ia dan orang-orang yang mengikutinya di sebut Mu'tazilah, artinya kelompok yang memisahkan diri. (Al Milal wan Nihal hal. 47-48).
            Mu'tazilah lahir pertama kali di kota Basrah, namun berkembang dengan cepat di Baghdad. Sekte sesat ini dianut oleh kholifah Yazid bin Al-Walid dan Marwan bin Muhammad dari pemerintahan umawiyah. Sekte ini semakin merajalela pada masa pemerintahan Abbasiyah. Mu'tazilah mempunyai dua madrasah besar yang menjadi  pusat pengkaderan dan penyebaran ide-idenya, yaitu Basrah dengan pimpinannya Washil dan Baghdad dengan pimpinannya Bisyr bin Mu'tamar. Meski sama-sama Mu'tazilah, diantara kedua madrasah ini terjadi perbedaan pendapat dan perdebatan yang tajam. (At Tafsir wal Mufasirun juz 1/   241-242).  
            Perkembangan Mu'tazilah sepanjang sejarah bisa digambarkan secara ringkas sebagai berikut :
Sebelum Mu'tazilah lahir dalam bentuk sebuah sekte, di masyarakat saat itu sudah berkembang perdebatan yang sengit dalam hal pemikiran dan keagamaan. yaitu:
1. Pendapat yang mengatakan manusia itu merdeka secara mutlak (penuh), manusia menciptakan seluruh perbuatannya tanpa ada campur tangan Allah sedikitpun. Ini merupakan pendapat Ma'bad Al Juhani dan pendapat ini menjadi dasar sekte sesat Qadariyah. Ia bersama Abdurrahman bin Asy'ats memberontak melawan Abdul Malik bin Marwan. Ketika pemberontakan gagal, Ma'bad di bunuh oleh Hajaj bin Yusuf Ats Tsaqafi, yaitu tahun 80 H.
2. Pendapat ini diulang lagi oleh Ghilan Ad Dimasqi pada masa Umar bin Abdul Aziz. Saat itu setelah dipanggil oleh kholifah ia bertaubat. Namun setelah Umar bin Abdul Aziz meninggal ia mengulangi lagi kesesatannya. Maka kholifah Hiyam bin Abdul Malik menghukum mati Ghilan.
3. Pendapat yang mengatakan Al Qur'an itu makhluk dan meniadakan sifat-sifat Allah. Ini pendapat Jahm bin Shafwan, pendapat sesatnya ini melatar belakangi lahirnya sekte sesat Jahmiyah. Ia di bunuh oleh gubernur Salim bin Ahwas di daerah Marwa pada tahun 128 H .
4. Pendapat yang meniadakan sifat Allah ini kembali di hidupkan oleh Ja'ad bin Dirham. Karena kesesatannya membahayakan kemurnian Islam, ia dibunuh oleh gubernur Kufah, Kholid bin Abdullah Al Qosari.
Kemudian Mu'tazilah tumbuh sebagai sebuah sekte sesat dengan keluarnya Washil bin Atho' dari pengajian imam Hasan Al Basri. Ia hidup pada masa Abdul Malik bin Marwan dan Hisyam bin Abdul Malik.
Pada masa pemerintahan Al Makmun di masa khilafah Abbasiyah, sekte Mu'tazilah menjadi sekte yang memegang peranan penting dalam pemerintahan karena kholifah menganut sekte ini, Pada masa itu para pemimpin Mu'tazilah seperti Biysr Al Muroisy, Tsumamah bin Asyros dan Ibnu Abi Du'at menjadi penasehat-penasehat Al Makmun. Pada masa inilah timbul fitnah yang terkenal dengan nama fitnah kholqul Qur'an dimana para ulama' ahlu sunnah yang menolak mengakui Al Qur'an itu makhluk di penjarakan dan disiksa,seperti Imam Ahmad. Hal ini berlangsung sampai pada pemerintahan Al Mu'tashim dan Al Watsiq.
Pada masa pemerintahan Al Mutawakil tahun  232 H, keadaan kembali normal dengan sikap kholifah yang menganut aqidah Ahlus sunnah dan dibebaskannya para ulama' setelah selama 14 tahun berjuang keras melawan Mu'tazilah yang memaksakan aqidahnya melalui struktur negara.
Pada masa pemerintahan bani Buwaih di Persia tahun 334 H, terjalin hubungan yang erat antara Mu'tazilah dan pemerintah yang berkuasa yang menganut ideologi Rofidhoh. Pemimpin Mu'tazilah qodhi Abdul Jabbar diangkat menjadi qodhi di daerah Rai sejak tahun 360 H,dengan perintah Shohib bin 'Ibad menteri Muayyid Daulah. Shohib ini menurut imam Adz Dzahabi adalah seorang Syi'i Mu'tazili Mubtadi'. Menurut imam Al Mu'tazi, dibawah perlindungan daulah Buaihiyah inilah Mu'tazilah bisa berkembang di Iraq, Khurosan dan negeri-negeri di belakang sungai / bilaadu ma wara-a nahr (Uzbekistan saat ini). (Al Mausu'ah al Muyassaroh 1/70-71).

Nama-nama Lain Mu'tazilah
            Mu'tazilah mempunyai beberapa nama, baik nama yang mereka sematkan sendiri maupun nama julukan dari orang di luar merka. Nama-nama tersebut adalah :
"Mu'tazilah, berawal dari penamaan imam Hasan Al Bashri terhadap Washil bin Atho' seperti yang telah disebutkan di awal tadi.
"Jahmiyah, dinamakan demikian karena Jahmiyah lebih dahulu muncul, juga karena Mu'tazilah sependapat dengan Jahmiyah dalam beberapa hal dan karena di awal kemunculannya Mu'tazilah menghidupkan prinsip-prinsip jahmiyah. (Firoqun mu'ashiroh 2/823 ).
" Qodariyah (kelompok yang menolak iman kepada takdir), dinamakan demikian karena mereka juga mengingkari taqdir dan berpendapat manusialah yang menciptakan perbuatannya sebagaimana pendapat Qodariyah .
"Tsanawiyah dan Qodariyah, dinamakan demikian karena Mu'tazilah berpendapat bahwa perbuatan baik itu dari Allah dan perbuatan jelek itu dari manusia. Ini menyerupai Tsanawiyah dan Qodariyah yang meyakini adanya dua tuhan, tuhan kebaikan dan tuhan kejahatan .
"Wa'idiyah, dinamakan demikian karena mereka berpendapat bahwa Allah harus menyiksa pelaku dosa yang belum bertaubat sebelum matinya .
"Mu'athilah (kelompok yang meniadakan), dinamakan demikian karena mereka meniadakan sifat-sifat Allah.
"Al Munazihun lillah (orang-orang yang mensucikan Allah). Ini juga nama yang mereka yang mereka sematkan untuk mereka sendiri. (Firoqun Mu'asiroh 2/824-825).
Adapun beberapa Tokoh-tokoh Mu'tazilah yang berjasa besar mengembangkan dan membidani kelahiran serta kelangungan hidup sekte sesat ini aabanyak sekali, antara lain yang paling terkenal adalah Washil bin Atho',Amru bin Ubaid Abu Utsman Al Bashri, Abu Huzail Al 'Allaf, Ibrahim biin Sayar al Nidzam, Abu Utsman al Jahidz, Bisyr bin al Mu'tamad, Ma'mar bin Ibad al Silmy, Abu Musa Isa bin Shubaih, Tsumamah bin Asyras al Numairi, Abu Husain bin Abu Umar al Khayath dan Qadhi Abdul Jabbar bin Ahmad bin Abdul Jabbar al Hamdany.
Boleh dikata Mu'tazilah adalah sekte gado-gado, di dalamnya terkumpul perpaduan berbagai ajaran sesat dari banyak sekte sesat lain. Bila diteliti secara mendalam, akan ditemukan dalam sekte Mu'tazilah beberapa pemikiran sesat dari berbagai kelompok lain, yaitu :
1. Mu'tazilah mengambil pendapat menolak takdir dari Qadariyah. Syaikh Ghalib Ali Iwaji berkata," Patut disebutkan di sini, sesungguhnya Mu'tazilah telah sependapat dengan Qadariyah dalam masalah yang termasuk masalah aqidah yang paling penting, yaitu masalah taqdir dan kedudukan manusia menurut taqdir. Mu'tazilah dan Qadariyah berpendapat bahwa Allah tidak menciptakan perbuatan manusia tapi manusialah yang menciptakan perbuatan mereka sendiri. Allah tidak mempunyai penciptaan apapun dalam hal ini, begitu juga tidak mmepunyai kemampuan (qudrah), kehendak (masyi-ah) maupun keputusan (qadha')." (Firaqun Mu'ashirah 2/826).
2. Mu'tazilah mengambil pendapat pengingkaran sifat Allah dari Jahmiyah. Ibnu Taimiyah berkata," Orang yang pertama kali berpendapat demikian dalam Islam adalah Ja'd bin Dirham. Ia dibunuh oleh Khalid bin Abdullah al Qasary pada hari 'Idul Adha…Perndapat ini kemudian diambil oleh Jahm bin Shofwan yang kemudian dibunuh oleh wali Khurasan Salamah bin Ahwaz. Pendapat ini kemudian dinisbahkan kepadanya dan dikenal dengan nama pendapat Jahmiyah, yaitu meniadakan sifat-sifat Allah. Mereka mengatakan Allah tidak bisa dilihat di akhirat, tidak berbicara kepada hamba-NYa, tidak mempunyai  sifat ilmu, hayat, qudrah dan sifat-sifat Allah lainnya. Mereka mengatakan Al Qur'an itu makhluk. Mu'tazilah pengikut Amru bin Ubaid sependapat dengan Jahmiyah dalam masalah ini dan mereka menambah beberapa bid'ah baru dalam masalah taqdir dan lain-lain." (Majmu' Fatawa 12/502-503).
3. Mu'tazilah mengambil pendapat kekalnya pelaku dosa besar di neraka dari Khawarij. Ibnu Taimiyah berkata," Khawarij telah berpendapat kafirnya para pelaku dosa dari kalangan ahlu kiblat (umat Islam) dan mereka mengatakan,"Mereka itu kafir dan kekal di neraka." Maka manusia menyelami (ikut ramai berbicara) dalam pembicaraan masalah itu. Qadariyah juga ikut menyelami masalah ini setelah wafatnya Hasan al Bashri. Amru bin Ubaid dan pengikutnya mengatakan," Mereka (pelaku dosa besar) tidak muslim dan tidak pula kafir tapi mereka mempunyai satu kedudukan di antara dua kedudukan tadi. Mereka kekal di neraka." Mereka sependapat dengan Khawarij dalam kekalnya pelaku dosa besar di neraka dan bahwasanya pelaku dosa besar sama sekali tidak muslim. Namun mereka tidak menamakan pelaku dosa besar kafir. Mereka  memisahkan diri dari halaqah murid-murid Hasan Al Bashri seperti Qatadah dan Ayub As Sikhtiani. Sejak saat itu mereka disebut mu'tazilah yaitu sejak meninggalnya Al-Hasan. Ada juga pendapat mengatakan bahwa Qotadahlah yang mengatakan, "Mereka itu Mu'tazilah." Mu'tazilah sependapat dengan Khowarij dalam menghukumi pelaku dosa besar di akhirat namun tidak sependapat mengenai hukkum mereka di dunia. Mu'tazilah tidak menghalalkan darah dan harta pelaku dosa besar sebagaimana dilakukan oleh khowarij. Dalam masalah nama mereka mengadakan ikhtilaf baaru Al-Manzilah baina Manzilatain. Ini merupakan ciri khas Mu'tazilah yang membedakam mereka dengan selain mereka. Pendapat-pendapat mereka yang lain juga dikatakan oleh sekte-sekte lain." (Majmu' Fatawa ; 13/36-37).
Sempalan-sempalan Mu'tazilah banyak sekali, Asy Syahrastani menyebutkan ada 12 sekte. Sekte-sekte pecahan itu adalah Al Waasiliah, Al Hudzailiyah, An-Nadhomiah, Al Khobitiyyah wal Al Hadtsiyah, Al Bisyriyah, Al Mu'ammariyah, Al Mardariyah, Al Tsumamiyah, Al Hisyamiyah, Al Jahidziyah, Al Jubbaiyah Dan Al Bahmasyiyah. Allahu 'alam

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Grocery Coupons